Ketua lembaga swadaya masyarakat (LSM) K3, Lufti menyayangkan penunjukan dinas PU sebagai leading sector dari penggunaan dana BPBD, Minggu (14/2). Sementara dalam UU Nomor 24 Tahun 2007, bahwa BPBD Kabupaten yang menjadi leading sektor untuk penanganan bencana.
"Di kabupaten Ketapang ini Dinas PU yang menjadi pengelola dana BPBD sebesar Rp 25 miliar. Akhirnya dana tersebut dipergunakan untuk proyek fisik bangunan. Sementara bantuan untuk masyarakat berupa bahan makanan, pakaian, dan perbaikan rumah tidak dianggarkan. Ini cukup ironis," ujar Lufti kepada Tribun ditemui di saat membahas mengungkap BPBD.
Lufti juga menyayangkan sikap tertutup dari dinas PU Kabupaten Ketapang yang tidak menyampaikan kepada masyarakat mengenai peruntukan dana untuk pembangunan. "Saya bersama rekan-rekan akan mengawal terus dari dana BPBD. BPBD yang sudah dibentuk di satu kabupaten secara resmi, maka penanganan bencana menjadi hak sepenuhnya BPBD," jelas Lufti.
BPBD kabupaten Ketapang dibentuk berdasarkan SK Bupati No 33 Tahun 2009. Dasar itu, dasar pemerintah pusat untuk mengalokasikan anggaran BPBD ke Kabupaten Ketapang. Lufti mempertanyakan apakah BPBD yang dibentuk dalam SK Bupati hanya menjadi upaya Pemerintah Daerah untuk mendapatkan dana tapi tidak disampaikan kepada masyarakat.
"LSM K3 sangat bersyukur kabupetan Ketapang mendapatkan dana dari pusat. Kita mempermasalahkan dana BPBD hanya dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan sendiri. Kami ini berbicara atas dasar pengalaman bagaimana susahnya masyarakat mendapatkan bantuan. Pemerintah daerah dengan alasanya dana tidak ada, sementara BPBD sudah teralokasikan. Jika begini menjadi preseden buruk bagi alokasi BPBD yang tertutup," tandasnya.
Dihubungi terpisah, Fahmi mengatakan bahwa dalam penyaluran dana, PMI mengalami kesulitan mengumpulkan sumbangan. "Susah mendapatkan dana, harus meminta bantuan orang per orang dan instansi-instansi. Sementara dana BPBD sesuai dengan penjelasanya diperuntukkan untuk masyarakat yang terkena bencana dari pra, saat, dan pasca. Jika ternyata digunakan untuk proyek fisik menjadi ancaman terjadi bencana tapi tidak bisa dibantu," ujar Fahmi, anggota PMI Ketapang.
Tokoh masyarakat Sandai, YP Lawai mengatakan beberapa bulan lalu desanya menjadi korban banjir. Namun bantuan yang diberikan kepada masyarakat Desa Nabung dan Sendawaan, Kec Hulu Sungai sangat minim.
"Jika ada dana BPBD tentunya harus sesuai dengan sasarannya. Jika untuk korban bencana banjir harus diperuntukan demikian. Jikan ternyata hanya untuk proyek fisik, kami masyarakat pedalaman sangat menyayangkan sikap pemerintah. Yang kami butuhkan adalah bantuan pada saat banjir dan sesudahnya. Bagaimana mengatasi agar banjir tidak terkena lagi. Sampai sekarang bantuan tersebut tidak ada," ujar YP Lawai kepada Tribun saat dihubungi.
YP Lawai meminta agar pemerintah daerah transparan kepada daerah pedalaman terkait dana bantuan apapun dari pusat. Selama ini sangat minim upaya pemerintah daerah Ketapang memperhatikan pedalaman. Masyarakat pedalaman bertindak sendiri dan cenderung memenuhi kebutuhan hidup dengan cara sendiri.
"Pemerintah Daerah Ketapang belum berlaku adil kepada pembangunan di pedalaman. Di desa Nabung sangat membutuhkan speed, jika mengandalkan transportasi darat tidak mungkin. Dikarenakan jalan menuju desa tersebut rusak parah apalagi saat musim penghujan," pungkasnya.
"Di kabupaten Ketapang ini Dinas PU yang menjadi pengelola dana BPBD sebesar Rp 25 miliar. Akhirnya dana tersebut dipergunakan untuk proyek fisik bangunan. Sementara bantuan untuk masyarakat berupa bahan makanan, pakaian, dan perbaikan rumah tidak dianggarkan. Ini cukup ironis," ujar Lufti kepada Tribun ditemui di saat membahas mengungkap BPBD.
Lufti juga menyayangkan sikap tertutup dari dinas PU Kabupaten Ketapang yang tidak menyampaikan kepada masyarakat mengenai peruntukan dana untuk pembangunan. "Saya bersama rekan-rekan akan mengawal terus dari dana BPBD. BPBD yang sudah dibentuk di satu kabupaten secara resmi, maka penanganan bencana menjadi hak sepenuhnya BPBD," jelas Lufti.
BPBD kabupaten Ketapang dibentuk berdasarkan SK Bupati No 33 Tahun 2009. Dasar itu, dasar pemerintah pusat untuk mengalokasikan anggaran BPBD ke Kabupaten Ketapang. Lufti mempertanyakan apakah BPBD yang dibentuk dalam SK Bupati hanya menjadi upaya Pemerintah Daerah untuk mendapatkan dana tapi tidak disampaikan kepada masyarakat.
"LSM K3 sangat bersyukur kabupetan Ketapang mendapatkan dana dari pusat. Kita mempermasalahkan dana BPBD hanya dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan sendiri. Kami ini berbicara atas dasar pengalaman bagaimana susahnya masyarakat mendapatkan bantuan. Pemerintah daerah dengan alasanya dana tidak ada, sementara BPBD sudah teralokasikan. Jika begini menjadi preseden buruk bagi alokasi BPBD yang tertutup," tandasnya.
Dihubungi terpisah, Fahmi mengatakan bahwa dalam penyaluran dana, PMI mengalami kesulitan mengumpulkan sumbangan. "Susah mendapatkan dana, harus meminta bantuan orang per orang dan instansi-instansi. Sementara dana BPBD sesuai dengan penjelasanya diperuntukkan untuk masyarakat yang terkena bencana dari pra, saat, dan pasca. Jika ternyata digunakan untuk proyek fisik menjadi ancaman terjadi bencana tapi tidak bisa dibantu," ujar Fahmi, anggota PMI Ketapang.
Tokoh masyarakat Sandai, YP Lawai mengatakan beberapa bulan lalu desanya menjadi korban banjir. Namun bantuan yang diberikan kepada masyarakat Desa Nabung dan Sendawaan, Kec Hulu Sungai sangat minim.
"Jika ada dana BPBD tentunya harus sesuai dengan sasarannya. Jika untuk korban bencana banjir harus diperuntukan demikian. Jikan ternyata hanya untuk proyek fisik, kami masyarakat pedalaman sangat menyayangkan sikap pemerintah. Yang kami butuhkan adalah bantuan pada saat banjir dan sesudahnya. Bagaimana mengatasi agar banjir tidak terkena lagi. Sampai sekarang bantuan tersebut tidak ada," ujar YP Lawai kepada Tribun saat dihubungi.
YP Lawai meminta agar pemerintah daerah transparan kepada daerah pedalaman terkait dana bantuan apapun dari pusat. Selama ini sangat minim upaya pemerintah daerah Ketapang memperhatikan pedalaman. Masyarakat pedalaman bertindak sendiri dan cenderung memenuhi kebutuhan hidup dengan cara sendiri.
"Pemerintah Daerah Ketapang belum berlaku adil kepada pembangunan di pedalaman. Di desa Nabung sangat membutuhkan speed, jika mengandalkan transportasi darat tidak mungkin. Dikarenakan jalan menuju desa tersebut rusak parah apalagi saat musim penghujan," pungkasnya.
Komentar