Langsung ke konten utama

Rumah Adat Melayu Membutuhkan Rp 5 Miliar Singkawang

Rumah Adat Melayu Membutuhkan Rp 5 Miliar
- Akibat Fluktuasi
- Sekda : Jangan Berharap Pemerintah

SINGKAWANG, TRIBUN - Ketua pelaksana pembangunan rumah adat Melayu, Elmin mengatakan dihentikannya proyek pembangunan rumah adat disebabkan oleh tidak ada dana akan tetapi membantah jika dianggap terancam gagal, Jumat (4/9). Walau dalam perencanaan awal membutuhkan dana sebesar Rp 3 Miliar yang membengkak menjadi mencapai sekitar Rp 5 Miliar dengan target selesai pada tahun 2011.

Elmin menyadari pihaknya saat ini dikejar target penyelesaian dikarenakan rencana pada tahun 2011 harapannya Festival Seni Budaya Melayu se- Kalbar diselenggarakan di Singkawang sekaligus peresmian. "Target selesai pembangunan rumah adat melayu pada tahun 2011. Dimana saat itu sekaligus diselenggarakan Festival Budaya Melayu se-Kalbar," ujar Elmin.

Terkait pembangunan saat ini yang terpaksa dihentikan, Elmin meminta segenap masyarakat membantu pembangunan. "Saya sebagai ketua meminta sekarang ini keterlibatan masyarakat terkait dana. Dana Rp 5 Miliar yang terbilang besar akibat membengkaknya harga bahan bangunan. Awalnya dari perkiraan sekitar Rp 3 Miliar," jelas Elmin.

Sebagai strategi menghimpun bantuan, Elmin rencana akan membuat kupon dan proposal kepada segenap masyarakat, pengusaha, dan stakeholder yang perduli. "Saya sudah siapkan semacam kupon, list, dan proposal yang nantinya akan disebarkan. Rencana usai lebaran kita akan bergerak, dan harapannya khususnya bagi masyarakat Melayu dapat berpartisipasi. Tapi tidak menutup kemungkinan dari kalangan luar dan terhadap hal itu kami terbuka dan sangat mengharapkan bantuannya," katanya.

Sementara dana bantuan Pemkot Singkawang yang telah dicairkan pada tahun 2009 sebesar Rp 500 juta telah dipergunakan untuk membangun pondasi rumah adat Melayu. "Terkait dana bantuan sebesar Rp 500 juta dari Pemkot terealisasi pada pembangunan pondasi," tuturnya.

Terkait status tanah lokasi berdirinya bangunan rumah adat Melayu, Elmin mengungkapkan telah diserahkan dari Pemerintah Daerah Sambas ke Pemkot Singkawang. "Masalah lokasi tidak ada masalah sebab Pemda Sambas telah menyerahkan ke Pemkot Singkawang. Sementara dari Pemkot sudah diserahkan kepada kami dan itu sudah ada bukti tertanda," ungkapnya.

Menanggapi terkendalanya pembangunan rumah adat Melayu Sekertaris Daerah Suhadi Abdullani mengatakan jangan terlalu berharap kepada Pemkot. "Saya sudah katakan jangan berharap satu-satunya dari Pemerintah Kota Singkawang. Sebab masih banyak sumber dana yang bisa dikelola dan dimintakan keikutsertaannya. Misalnya dari masyarakat, pengusaha, dan cara lainnya," ujar Suhadi kepada Tribun.

Suhadi menilai langkah yang ditempuh dalam mencari dana pembangunan dirasa sangat tepat. Sebab dengan terlibatnya masyarakat maka rasa memiliki akan ada dan lebih berguna. Pemkot tidaklah menutup kemungkinan memberikan bantuan akan tetapi semuanya itu memiki skala prioritas.

"Saya support setiap upaya yang dilakukan oleh panitia pembangunan dan FKPM. Bergerak sendiri dululah mencari dana contohnya seperti pembangunan rumah adat Melayu Pontianak yang dibangun dari sumber dana pihak pengusaha dan masyarakat. Hal seperti itu yang diharapkan," tandasnya.

Terlihat pembangunan pondasi rumah adat Melayu pada bagian besi mulai berkarat. Pada bagian balok beton yang belum terpasang terancam rusak akibat terkena perubahan cuaca.

Sementara bentuk bangunan menyurapai rumah adat Melayu Pontianak. "Rencana bangunan menyerupai rumah adat Melayu Pontianak. Ditambah adanya galeri, tempat untuk berjualan, dan tempat untuk kreativitas seni," pungkasnya.

Seorang warga sekitar yang enggan menyebutkan namanya menanggapi dana Rp 500 juta dari bantuan Pemkot untuk pembangunan rumah adat Melayu yang menyelesaikan pondasi dianggap sangat minim. "Saya tidak percaya dana bantuan Rp 500 juta hanya mengerjakan pondasi yang bisa dikatakan hanya tiang. Jika dibandingkan dengan membangun rumah atau bangunan lainnya mungkin lebih besar lagi hasilnya," ujarnya kepada Tribun.

Side Bar
Transparan Anggaran
Sugandha Gani menilai panitia pembangunan rumah adat Melayu harus lebih profesional baik dalam pengelolaan keuangan dan mencari bantuan dana. "Saya lihat panitia pembangunan belum profesional. Kenapa demikian, sebab pelaksa proyek pembangunan ditunjuk hanya dari kalangan tertentu. Itu yang penting sehingga masyarakat atau kalangan pengusaha mau menyumbang karena ada kepercayaan," jelasnya.

Sampai saat ini terkait masalah aset lokasi tanah yang belum sepenuhnya beres. Apakah masih milik Pemerintah Daerah atau sudah diserahkan ke Pemerintahan Kota Singkawang. Kemudian diserahkan ke panitia pembangunan secara sah tertandatangani. "Saya belum mendengar bahwa aset tanah belum diserahkan dan menjadi kepemilikan Panitia pembangunan. Bagaimana mau berbicara profesional jika pengelolanya belum berfikir masalah itu," jelasnya.

Sugandha meminta agar tuntaskan masalah aset dan penggunaan anggaran hibah Pemkot itu transparan penjelasannya. "Saya menekankan agar masalah anggaran lebih jelas. Sehingga masyarakat dan pengusaha serta Pemerintah merasa yakin terlaksananya. Masalah dukungan kami selalu siap untuk mambantu dalam anggaran di tahun 2010," tandasnya. (rhd)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fantastis, Pemerintah Kota Pontianak Anggarkan Pembangunan Kantor Kejaksaan Negeri Pontianak Rp 25 Miliar

  Pemerintah Kota Pontianak melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Pontianak mengucurkan anggaran fantastis untuk pembangunan Kantor Kejaksaan Negeri Kota Pontianak.  Kantor Kejaksaan Negeri Pontianak bakal dibangun dengan alokasi anggaran sebesar Rp 25 Miliar atau tepatnya pagu anggaran Rp  Rp 25.029.777.475,00.  Setelah proses lelang, PT. BUDI BANGUN KONSTRUKSI JL. ADISUCIPTO GG. H. SALEHA DS. ARANG LIMBUNG KEC. SUNGAI RAYA - Kubu Raya (Kab.) - Kalimantan Barat   menjadi pemenang dengan nilai tawaran Rp 20.280.000.000,00. Sebanyak 108 kontraktor mengikuti lelang yang diselenggarakan lewat LPSE Pontianak.  PT BBK sebenarnya bukan penawar terendah. Tercatat bahwa  PT. PUTRA NANGGROE ACEH  membuat harga penawaran sebesar Rp 19.998.615.367,04. Dalam proses lelangnya, PT PNA gagal dan panitia lelang menetapkan PT BBK sebagai pemenang tender pembangunan Kantor Kejaksaan Negeri Kota Pontianak.  Pemkot Pontianak mengalokasikan an...

KPK Warning Pejabat Negara Lapor Kekayaan Tahun 2020, Batas Waktu 31 Maret!

Komisi Pemberantasan Korupsi mengingatkan batas waktu penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) periodik untuk tahun pelaporan 2020 yaitu 31 Maret 2021.  Untuk itu, KPK mengimbau kepada Penyelenggara Negara (PN) yang belum melaporkan kekayaannya agar segera menyampaikan.  Berdasarkan aplikasi e-LHKPN per tanggal 23 Maret 2021 secara nasional KPK telah menerima 308.840 LHKPN dari total 378.461 wajib lapor (WL) atau 81,60 persen. Sisanya masih ada 69.621 WL yang belum menyampaikan.  Rinciannya adalah Bidang Eksekutif tercatat 82,35 persen dari total 306.525 WL yang telah melaporkan.  Bidang Yudikatif tercatat 96,70 persen dari total 19.783 WL. Bidang Legislatif yaitu 55,69 persen dari total 20.135 WL. Dan, dari BUMN/D tercatat 81,45 persen dari total 32.018 WL.  Sejak diluncurkan pada 2017, aplikasi eLHKPN memungkinkan bagi PN untuk melakukan pengisian dan penyampaian laporan kekayaannya secara elektronik kapan saja dan dari mana saja.  ...

Kunjungan ke Desa Jungut Batu, Nusa Penida, Bali, 10/4/2011

Mengandalkan Ekowisata, Desa Jungut Batu, Kecamatan Nusa Penida, Bali, menyedikan pemandangan indah Hutan Bakau yang dapat dijelajahi menggunakan Sampan. Usaha penyelamatan lingkungan dalam menghadapi perubaha iklim ini ternyata membawa dampak cukup besar dalam perekonomian warga masyarakat. Kepala Desa, Supitre, mengatakan Hutan Bakau yang ada saat ini kini menjadi sumber penghasilan masyarakat. Disamping juga dengan adanya dukungan wisata laut yang menyimpan terumbu karang indah. "Selain turis datang ke desa Jungut Batu untuk menyelam, mereka kini dapat melihat Hutan Bakau secara langsung. Kita menyediakan sebanyak 33 perahu untuk melihat-lihat Manggrove. 33 orang ini terbagi dalam beberapa kelompok," ujar Supitre. Satu perahu mampu mengangkut sebanyak empat orang turis. Dengan biaya sekali berangkat Rp 70 ribu per trip. Dikatakannya, dalam satu hari pasti ada wisatawan melihat Ekowisata Manggrove. "Dari Rp 70 ribu itu setengahnya masuk ke kas desa. Uang terse...